Sabtu, 05 Maret 2016

Tugas Ilmu Budaya Dasar (Analisis Hubungan antara 2 budaya suku Sunda dan Suku Minang)

1. Pendahuluan
ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan petama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari th humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
Adapun Manusia  adalah  makhluk Allah  yang di anugrahi akal, fikiran, dan  fisik untuk menunjang kehidupannya sebagai seorang  insan yang di tunjuk oleh Allah untuk menjadi khalifah di bumi yang  Allah Yang Maha Kuasa ciptakan. Oleh karena manusia adalah khalifah di bumi ini sepatutnya seorang manusia haruslah mempunyai prilaku yang sesuai dengan yang Tuhan  inginkan untuk dipercayakan menjaga keutuhan bumi yang Allah ciptakan dengan segala makhluk hidup didalamnya untuk manusia jaga kelestariannya.Manusia yang menjadi seorang terpilih dan tinggi derajatnya di mata Tuhan, manusia haruslah mempunyai kepercayaan, ilmu, dan menjalankan segala apa yang di perintahkan Allah dan menjauhi yang di larang oleh Allah SWT. Sebagai makhluk yang mempunyai akal dan fikiran serta fisik manusia haruslah memanfaatkan anugrah yang di berikan oleh Allah itu dengan sebaik – baiknya dan jangan menyalah gunakannya sebagai suatu yang Allah benci.  Manusia haruslah  mempunyai budaya yang baik untuk menjadikannya seorang manusia yang memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT.  Maka manusia harus menjadikan budaya yang baik sebagai bagian dari dirinya tanpa mengabaikan apa yang menjadi kewajiban sebagai makhluk yang berketuhanan.
Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
  1. Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince)
    Ilmu - ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100% benar dan 100% salah. Yang termasuk kelompok ilmu-ilmu alamiah antara lain astronomi, fisika, kimia, biologi, kedokteran, mekanika.
  2. Ilmu-ilmu Sosial ( social scince )
    Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100% benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia ini tidak dapat berubah dari saat ke saat. Yang termasuk kelompok ilmu-ilmu sosial antara lain ilmu ekonomi, sosiologi, politik, demografi, antropologi sosial, sosiologi hukum, dan sebagainya.
  3. Pengetahuan Budaya ( the humanities )
    Pengetahuan Budaya bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
    Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai hiding keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik,dan lain-lain. Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain, Ilmu Budaya Dasar menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan dalam mengkaji masalah masalah manusia dan kebudayaan.
    Ilmu Budaya Dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
Adapun Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar
Bertitik tolak dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dua masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah IBD. Kedua masalah pokok itu adalah :
Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian (disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.
Menunjuk kedua pokok masalah yang bisa dikaji dalam mata kuliah IBD, nampak dengan jelas bahwa manusia menempati posisi sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesame, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi tema sentral dalam IBD. Pokok-pokok bahasan yang dikembangkan adalah :
1. Manusia dan cinta kasih
2. Manusia dan Keindahan
3. Manusia dan Penderitaan
4. Manusia dan Keadilan
5. Manusia dan Pandangan hidup
6. Manusia dan tanggungjawab serta pengabdian
7. Manusia dan kegelisahan
8. Manusia dan harapan

2. Teori
2.1  Suku Sunda 
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Lampung dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Sekurang-kurangnya 15,2% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Jika Suku Banten dikategorikan sebagai sub suku Sunda maka 17,8% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda.
Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, dan riang. Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang sunda bersifat jujur dan pemberani. Orang sunda juga adalah yang pertama kali melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan Bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari diplomasinya dituangkan dalam Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal. Beberapa tokoh Sunda juga menjabat Menteri dan pernah menjadi wakil Presiden pada kabinet RI.
Disamping prestasi dalam bidang politik (khususnya pada awal masa kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi yang cukup membanggakan adalah pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi, musisi, aktor dan aktris dari etnis Sunda, yang memiliki prestasi di tingkat nasional, maupun internasional.
Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar kata sund atau kata suddha dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar, terang, berkilau, putih. Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat kata Sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada. Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat yang bermukim di Jawa bagian barat sejak zaman kerajaan Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tarumanagara,Kerajaan Sunda-Galuh, Kerajaan Pajajaran hingga sekarang.
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibukota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaituKerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.
2.2   Suku Padang / Minang
Minangkabau atau disingkat Minang merujuk pada entitas kultural dan geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa,adat yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, dan identitas agama Islam. Secara geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk pada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat Kota Padang. Namun, mereka biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri.
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Thomas Stamford Raffles, setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kelak penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Periaman (Pariaman) menggunakan nama tersebut.  Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama bertanggal 1365, juga telah menyebutkan nama Minangkabau sebagai salah satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya. Begitu juga dalam Tawarikh Ming tahun 1405, terdapat nama kerajaan Mi-nang-ge-bu dari enam kerajaan yang mengirimkan utusan menghadap kepada Kaisar Yongle di Nanjing. Di sisi lain, nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 dan berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" .... Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena katatemu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.

3. Analisis Suku Sunda Dan Suku Minang
3.1 Sistem Kekerabatan Suku sunda Dan suku Minang
            3.1.1 Sistem Kekerabatan Suku Sunda
            1. Adat yang diteruskan secara turun-temurun.
2. Agama Islam yang sudah lama dianut oleh sebagian besar orang Sunda.
Akibatnya, sangat sulit untuk memisahkan mana adat dan mana agama. Sebab kedua unsur itu terjalin erat menjadi kebudayaan orang Sunda. Dalam perkawinan misalnya, dilakukan secara adat dan secara agama Islam. Sistem pemilihan jodoh tidak terikat satu sama sistem tertentu, tetapi yang pasti perkawinan di dalam keluarga batih dilarang.
Dalam memilih menantu, mereka mempunyai prinsip “Lampu nyiarjodo kakupuna“, artinya : kalau mencari jodoh harus kepada orang yang sesuai dalam segalanya : rupa, kekayaan dan keturunan. Oleh karena itu kedua belah pihak akan mengadakan penyelidikan-penyelidikan secara teliti terhadap calon menantu masing-masing. Pembicaraan kedua orang tua (calon besan) disebut neundeun omong.3 hari sebelum pernikahan, calon mempelai laki-laki harus sudah diserahkan kepada pihak si gadis lewat upacara seserahan.
Dalam perkawinan adat Sunda ada upacara nyawer dan buka pintu yang sangat menarik. Semua orang gembira, dan mengikuti dengan penuh perhatian terhadap dialog yang dilakukan dengan bahasa puisi dan lagu.
Bentuk keluarga yang terpenting di tanah Sunda ialah keluarga batih (nuclear family) yang terdiri dari : suami, isteri dan anak-anak. Keluarga batih merupakan tempat yang paling aman bagi anggotanya di tengah-tengah hubungan kerabatnya yang lebih besar dan di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan keluarga batih di desa-desa masih relatif kompak. Pekerjaan di sawah sering dikerjakan secara gotong-royong.
Di luar keluarga batih, masih ada kerabat lain seperti : ipar, kemenakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya. Kelompok ini disebut golongan atau Kindred. Mereka sering diundang pada waktu punya hajad.
Di samping itu, ada pula kelompok yang disebut ambilenial, karena mencakup kerabat sekitar keluarga batih seorang Ego tetapi diorientasikan ke arah nenek moyang yang jauh ke masa lampau. Kelompok ini disebut bondoroyot.
Dilihat dari prinsip garis keturunan, sistem kekerabatan di Pasundan adalah bersifat bilateral (garis ayah dan ibu). Sistem istilah kekerabatannya menunjukkan ciri-ciri bilateral dan generasional.
            3.1.2 Sistem Kekerabatan Suku Minang
Masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis keturunan ibu). Keturunan keluarga dalam masyarakat Minangkabau terdiri atau tiga macam kesatuan kekerabatan yaitu : paruik, kampuang dan suku. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh laki-laki dewasa dari keluarga tersebut yang bertindak sebagai niniek mamak. Jodoh harus dipilih dari luar suku (eksogami).
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku. Dalam adat diharapkan adanya perkawinan dengan anak perempuan mamaknya. Perkawinan tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian sejumlah uang dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan mempelai tinggal di rumah istrinya (matrilokal).
3.2 Sifat Suku Sunda dan Suku Minang
            3.2.1 Sifat Suku Sunda
            Orang Sunda terkenal dengan sifatnya yang ramah dan periang. Para wanita Sunda biasanya memiliki paras yang cantik dengan nada bicara yang membuat orang jatuh hati. Sedangkan para pria Sunda merupakan orang yang suka mengeluarkan humor yang dapat membuat suasana lebih cair.
Jika Anda sedang menjalin kasih dengan orang Sunda, belajarlah untuk lebih asyik, pandai basa-basi, senang mengobrol, ramah, dan suka bercanda. Hal tersebut juga berlaku ketika Anda ingin dekat dengan keluarganya.
3.2.1 Sifat Suku Minang
Banyak yang mengatakan bahwa kebanyakan orang Minang itu pelit. Nyatanya tidak demikian. Orang Minang adalah mereka yang pandai mengelola keuangan dan tidak boros. Selain itu, orang Minang terkenal gigih dan pantang menyerah. Terbukti dari banyaknya pemuda Minang yang memutuskan untuk merantau agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Jika Anda lelaki yang sedang mendekati wanita Minang, buktikan pada keluarganya bahwa Anda adalah lelaki relijius yang tidak pantang menyerah untuk mendapatkan hati anak wanitanya. Namun jika Anda wanita yang sedang mendekati pria Minang, pastikan Anda bukanlah wanita yang boros.
3.3 Pola Asuh Suku Sunda dan Suku Minang
Pola asuh keluarga berpengaruh untuk membentuk anak nantinya, hal ini juga yang membedakan anak dari turunan minang dan anak dari turunan sunda. Anak dari turunan sunda cenderung tidak percaya diri, karena dia sedari kecil bahkan ketika ia dewasa pun masih bergantung pada orang tua. Berbeda dengan anak dari turunan minangkabau yang cenderung berani, karena ia di didik untuk mandiri dengan tradisi merantaunya.
Ada beberapa alasan dibalik tradisi merantau. Lingkungan minangkabau yang kurang dengan sumber daya alamnya menjadi salah satu alasan masyarakat minangkabau untuk pergi merantau, berbeda dengan lingkungan tatar sunda yang sumber daya alamnya melimpah, maka masyarakat sunda sedikit yang pergi merantau ke daerah-daerah lain
                                                                           
                                                      DAFTAR PUSTAKA
Widoyo Nugroho,1996. Ilmu Budaya Dasar; Gunadarma, Jakarta.
Muhamad Kadir SH,1990. Ilmu Budaya Dasar; Fajar Agung, Jakarta,
Ensiklopedia Sunda. 2000. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suryani NS, Elis . Ragam Pesona Budaya Sunda. Ghalia Indonesia.
Rosidi, Ayip. Revitalisasi dan Aplikasi Nilai-nilai Budaya Sunda dalam Pembangunan Daerah.
De Jong, P.E de Josselin 1960. Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia. Jakarta: Bhartara.
Batuah, A. Dt.; Madjoindo, A. Dt. 1959. Tambo Minangkabau dan Adatnya. Jakarta: Balai Pustaka.
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Pers.
Kato, Tsuyoshi. 2006. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Balai Pustaka, Jakarta.