Secara
organisatoris, koordinasi terjadi melalui mekanisme non-harga. Mekanisme
koordinasi ini tidak terancang secara otomatis tetapi harus dirancang oleh
pihak yang memiliki otoritas dalam organisasi. Mekanisme koordinasi tersebut
menurut Mintzberg (1989) terdiri dari:
1)
Mutual Adjustment
Mutual
adjustment merupakan mekanisme koordinasi dimana masing-masing divisi/unit
organisasi melakukan penyesuaian dalam memaksimalkan benefit/kesuksesan
organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan secara cair (fluid), tidak
terlalu formal, tidak memerlukan komando serta tanpa ada hambatan birokrasi.
2)
Direct supervision
Direct
supervision merupakan mekanisme koordinasi dimana masing- masing divisi/unit
organisasi disupervisi/diawasi/dikontrol secara ketat oleh atasannya dalam
rangka memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses
koordinasi berjalan melalui mekanisme penetapan target, pengawasan pencapain
target dan pelaporan pencapaian target . Koordinasi juga dilakukan secara
bertingkat (atasan: supervisor dan bawahan: unit/divisi).
3)
Standardization of work
Standardization
of work merupakan mekanisme koordinasi dimana proses kerja masing-masing
divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga proses kerja tersebut
bersifat baku/standar. Standarisasi proses kerja tersebut biasanya dinamakan
standard operating procedure (SOP). Melalui mekanisme ini proses kerja dapat
dipercepat atau diperlambat sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4)
Standardization of output
Standardization
of output merupakan mekanisme koordinasi dimana output kerja masing-masing
divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga output kerja tersebut
bersifat baku/standar sesuai dengan harapan organisasi. Standarisasi output
kerja tersebut biasanya biasanya tercermin dalam salah satu performance
indicators (PIs). Yang tercermin dalam performance indicators ini biasanya
bukan hanya output tetapi juga benefit dan impact dari suatu rancangan
program/kegiatan.Melalui mekanisme ini semua divisi/unit dalam organisasi
dituntut untuk berupaya mencapai output yang telah distandarkan. Pencapaian
output standar tersebut biasanya dijadikan sebagai parameter
keberhasilan/kegagalan suatu divisi/unit dalam organisasi.
5)
Standardization of skills
Standardization
of skills merupakan mekanisme koordinasi dimana skills kerja masing-masing
divisi/unit organisasi terancang sedemikian rupa sehingga proses serta output
kerja dapat dicapai atas kerjasama sistematis dalam satu kelompok skills
tertentu. Karena skills yang dibutuhkan sudah standar maka hanya sumber daya
yang memenuhi skills tersebut yang dapat terlibat dalam kegiatan organisasi
ini.
6)
Standardization of norms
Standardization
of norms merupakan mekanisme koordinasi dimana prilaku kerja dari masing-masing
individu terstandarkan dalam bentuk tata nilai, aturan dan lainnya sehingga
misi organisasi dapat dicapai.
Keenam
mekanisme koordinasi tersebut, namun demikian, belum tentu cocok diterapkan
atau diaplikasikan pada semua jenis organisasi. Pada jenis organisasi tertentu
terdapat mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi tersebut. Dilihat
dari jenisnya serta tingkat kecocokan mekanisme koordinasi, organisasi dapat
dikategorikan ke dalam: pertama, entrepreunerial organization (organisasi yang
mewirausahakan), jenis organisasi seperti ini memiliki spirit kewirausahaan
yang tinggi. Artinya, para pemangku kepentingan dalam organisasi tersebut
sangat aktif membuka ruang terobosan serta menangkap peluang untuk kepentingan
organisasi. Semangat perubahan ke arah kemajuan serta adanya fleksibilitas
untuk bermanuever membuat organisasi jenis ini memiliki kapasitas yang memadai
untuk mempercepat pertumbuhan organisasi (perpetuating organizational growth).
Mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi jenis ini adalah direct supervision
(supervisi langsung). Untuk mencapai tujuan organisasi sumber daya manusia atau
unit-unit dalam organisasi “dikawal” melalui supervisi langsung.
Contoh
dari jenis organisasi ini adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Jenis
organisasi ini diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha untuk menghasilkan
profit. Misalnya, PTPN sebagai salah satu BUMN di bidang perkebunan memiliki
peran stratrejik dalam mengembangkan usaha perkebunan yang menguntungkan.
Kedua,
machine organization (organisasi mekanis), jenis organisasi ini cenderung
memiliki perilaku organisasi yang mekanis. Pola interaksi dalam organisasi
cenderung kaku sebagaimana pola interaksi antar komponen dalam mesin yang
segala sesuatunya sudah teratur. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi yang
cocok dengan jenis organisasi mekanis adalah standardization of work process
(standarisasi proses kerja). Instrumen koordinasi melalui standarisasi proses
kerja ini berarti standarisasi proses kerja sedemikian rupa sehingga proses
kerja berlaku sama untuk semua jenis pekerjaan yang terkait. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin kualitas proses kerja agar sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Misalnya, organisasi yang bergerak dalam bidang
pelayanan KTP (Kartu Tanda Penduduk) harus menggunakan instrumen koordinasi
standarisasi proses kerja. Melalui instrumen ini, organisasi dapat menjamin
pelayanan KTP dapat diberikan sesuai dengan kualitas yang distandarkan.
Ketiga,
professional organization (organisasi profesi) yaitu organisasi yang dijadikan
wadah kerjasama para professional pada bidang tertentu. Dari segi SDM, jenis
organisasi ini terdiri dari para ahli (experts) bidang tertentu. Dari segi
bidang keahlian, organisasi ini terspesialisasi pada bidang tertentu. Mekanisme
koordinasi cenderung tidak dapat dilakukan melalui pola yang kaku, didiktekan,
bersifat komando, tetapi didasarkan pada standardization of skills
(standarisasi keahlian). Dengan kata lain, Keahlian yang terstandarisasi
menjadi instrumen pengendalian dan pemaduan kegiatan para profesional tersebut.
Contoh
organisasi profesi antara lain adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Organisasi
ini terdiri dari para dokter (profesi dokter) yang saling menghimpunkan diri
untuk menjaga integritas dan kualitas kedokteran di Indonesia. Aktivitas para dokter
tersebut harus berpedoman pada standarisasi kehalian dokter berupa Kode Etik
Kedokteran.
Keempat,
Diversified Organization (Organisasi yang Terdiversifikasi), organisasi ini
memiliki struktur yang terdiversifikasi ke dalam beragam unit, departementasi
dan cabang. Keberagaman tersebut sangat sulit dijangkau (too long span of
control) melalui mekanisme koordinasi standarisasi proses maupun supervisi
langsung. Yang justru dapat secara efektif dan efisien dilakukan dalam
organisasi jenis ini adalah koordinasi melalui standarisasi output. Metode
proses pelaksanaan kegiatan diserahkan pada masing-masing unit sedangkan
hasil/output dikendalikan secara terpusat. Dengan kata lain, pimpinan
menetapkan standar output yang diharapkan sedangkan unit-unit pelaksana bertugas
mewujudkan pencapaian standar output tersebut sebagai realisasi komitmen
kontrak kinerja antara unit-unit pelaksana dengan pimpinan.
Kelima,
inovative organization (organisasi yang inovatif). Bagi organisasi yang
menekankan kegiatannya pada kegiatan inovasi maka organisasi tersebut lebih
tepat berada pada iklim kerja yang memberi ruang untuk berkembangnya
pemikiran-pemikiran serta produk-produk pemikiran yang justru mendobrak
kemapanan sistem. Oleh karena itu, suasana yang kaku, terstandar, monoton tidak
sesuai dengan tipe organisasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.