Kamis, 10 Januari 2013

57. Teknik Koordinasi dengan pendekatan Organisasi



Secara organisatoris, koordinasi terjadi melalui mekanisme non-harga. Mekanisme koordinasi ini tidak terancang secara otomatis tetapi harus dirancang oleh pihak yang memiliki otoritas dalam organisasi. Mekanisme koordinasi tersebut menurut Mintzberg (1989) terdiri dari:
1) Mutual Adjustment
Mutual adjustment merupakan mekanisme koordinasi dimana masing-masing divisi/unit organisasi melakukan penyesuaian dalam memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan secara cair (fluid), tidak terlalu formal, tidak memerlukan komando serta tanpa ada hambatan birokrasi.

2) Direct supervision
Direct supervision merupakan mekanisme koordinasi dimana masing- masing divisi/unit organisasi disupervisi/diawasi/dikontrol secara ketat oleh atasannya dalam rangka memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan melalui mekanisme penetapan target, pengawasan pencapain target dan pelaporan pencapaian target . Koordinasi juga dilakukan secara bertingkat (atasan: supervisor dan bawahan: unit/divisi).
3) Standardization of work
Standardization of work merupakan mekanisme koordinasi dimana proses kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga proses kerja tersebut bersifat baku/standar. Standarisasi proses kerja tersebut biasanya dinamakan standard operating procedure (SOP). Melalui mekanisme ini proses kerja dapat dipercepat atau diperlambat sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4) Standardization of output
Standardization of output merupakan mekanisme koordinasi dimana output kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga output kerja tersebut bersifat baku/standar sesuai dengan harapan organisasi. Standarisasi output kerja tersebut biasanya biasanya tercermin dalam salah satu performance indicators (PIs). Yang tercermin dalam performance indicators ini biasanya bukan hanya output tetapi juga benefit dan impact dari suatu rancangan program/kegiatan.Melalui mekanisme ini semua divisi/unit dalam organisasi dituntut untuk berupaya mencapai output yang telah distandarkan. Pencapaian output standar tersebut biasanya dijadikan sebagai parameter keberhasilan/kegagalan suatu divisi/unit dalam organisasi.
5) Standardization of skills
Standardization of skills merupakan mekanisme koordinasi dimana skills kerja masing-masing divisi/unit organisasi terancang sedemikian rupa sehingga proses serta output kerja dapat dicapai atas kerjasama sistematis dalam satu kelompok skills tertentu. Karena skills yang dibutuhkan sudah standar maka hanya sumber daya yang memenuhi skills tersebut yang dapat terlibat dalam kegiatan organisasi ini.
6) Standardization of norms
Standardization of norms merupakan mekanisme koordinasi dimana prilaku kerja dari masing-masing individu terstandarkan dalam bentuk tata nilai, aturan dan lainnya sehingga misi organisasi dapat dicapai.
Keenam mekanisme koordinasi tersebut, namun demikian, belum tentu cocok diterapkan atau diaplikasikan pada semua jenis organisasi. Pada jenis organisasi tertentu terdapat mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi tersebut. Dilihat dari jenisnya serta tingkat kecocokan mekanisme koordinasi, organisasi dapat dikategorikan ke dalam: pertama, entrepreunerial organization (organisasi yang mewirausahakan), jenis organisasi seperti ini memiliki spirit kewirausahaan yang tinggi. Artinya, para pemangku kepentingan dalam organisasi tersebut sangat aktif membuka ruang terobosan serta menangkap peluang untuk kepentingan organisasi. Semangat perubahan ke arah kemajuan serta adanya fleksibilitas untuk bermanuever membuat organisasi jenis ini memiliki kapasitas yang memadai untuk mempercepat pertumbuhan organisasi (perpetuating organizational growth). Mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi jenis ini adalah direct supervision (supervisi langsung). Untuk mencapai tujuan organisasi sumber daya manusia atau unit-unit dalam organisasi “dikawal” melalui supervisi langsung.
Contoh dari jenis organisasi ini adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Jenis organisasi ini diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha untuk menghasilkan profit. Misalnya, PTPN sebagai salah satu BUMN di bidang perkebunan memiliki peran stratrejik dalam mengembangkan usaha perkebunan yang menguntungkan.

Kedua, machine organization (organisasi mekanis), jenis organisasi ini cenderung memiliki perilaku organisasi yang mekanis. Pola interaksi dalam organisasi cenderung kaku sebagaimana pola interaksi antar komponen dalam mesin yang segala sesuatunya sudah teratur. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi yang cocok dengan jenis organisasi mekanis adalah standardization of work process (standarisasi proses kerja). Instrumen koordinasi melalui standarisasi proses kerja ini berarti standarisasi proses kerja sedemikian rupa sehingga proses kerja berlaku sama untuk semua jenis pekerjaan yang terkait. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas proses kerja agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Misalnya, organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan KTP (Kartu Tanda Penduduk) harus menggunakan instrumen koordinasi standarisasi proses kerja. Melalui instrumen ini, organisasi dapat menjamin pelayanan KTP dapat diberikan sesuai dengan kualitas yang distandarkan.
Ketiga, professional organization (organisasi profesi) yaitu organisasi yang dijadikan wadah kerjasama para professional pada bidang tertentu. Dari segi SDM, jenis organisasi ini terdiri dari para ahli (experts) bidang tertentu. Dari segi bidang keahlian, organisasi ini terspesialisasi pada bidang tertentu. Mekanisme koordinasi cenderung tidak dapat dilakukan melalui pola yang kaku, didiktekan, bersifat komando, tetapi didasarkan pada standardization of skills (standarisasi keahlian). Dengan kata lain, Keahlian yang terstandarisasi menjadi instrumen pengendalian dan pemaduan kegiatan para profesional tersebut.
Contoh organisasi profesi antara lain adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Organisasi ini terdiri dari para dokter (profesi dokter) yang saling menghimpunkan diri untuk menjaga integritas dan kualitas kedokteran di Indonesia. Aktivitas para dokter tersebut harus berpedoman pada standarisasi kehalian dokter berupa Kode Etik Kedokteran.
Keempat, Diversified Organization (Organisasi yang Terdiversifikasi), organisasi ini memiliki struktur yang terdiversifikasi ke dalam beragam unit, departementasi dan cabang. Keberagaman tersebut sangat sulit dijangkau (too long span of control) melalui mekanisme koordinasi standarisasi proses maupun supervisi langsung. Yang justru dapat secara efektif dan efisien dilakukan dalam organisasi jenis ini adalah koordinasi melalui standarisasi output. Metode proses pelaksanaan kegiatan diserahkan pada masing-masing unit sedangkan hasil/output dikendalikan secara terpusat. Dengan kata lain, pimpinan menetapkan standar output yang diharapkan sedangkan unit-unit pelaksana bertugas mewujudkan pencapaian standar output tersebut sebagai realisasi komitmen kontrak kinerja antara unit-unit pelaksana dengan pimpinan.
Kelima, inovative organization (organisasi yang inovatif). Bagi organisasi yang menekankan kegiatannya pada kegiatan inovasi maka organisasi tersebut lebih tepat berada pada iklim kerja yang memberi ruang untuk berkembangnya pemikiran-pemikiran serta produk-produk pemikiran yang justru mendobrak kemapanan sistem. Oleh karena itu, suasana yang kaku, terstandar, monoton tidak sesuai dengan tipe organisasi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.