Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui
bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu
periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu
tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap
hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses pembelajaran, guru
hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan
apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua pertanyaan tersebut
akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat
mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil
yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya
mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat
mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses
belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa
dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan
umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Khusus untuk mata pelajaran matematika hampir semua guru
telah melaksanakan evaluasi di akhir proses belajar mengajar di dalam kelas.
Namun hasil yang diperoleh kadang-kadang kurang memuaskan. Kadang-kadang hasil
yang dicapai dibawah standar atau di bawah rata-rata.
Pada mata pelajaran yang lainnya kadang dilaksanakan pada
akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang
penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan penilaian terhadap
siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan evaluasi di
akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik
menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan
pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal
yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir
pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau
tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah
bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini mempunyai
kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban dari soal
tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya itu. Dan
kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus punya
banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa orang
anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang
kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan
dengan materi pelajaran itu.
Cara mana yang akan digunakan oleh guru untuk evaluasi tidak
usah dipermasalahkan, yang jelas setiap guru yang paham dengan tujuan dan
manfaat dari evaluasi atau penialaian tersebut.
Karena ada juga guru yang tidak mengiraukan tentang kegiatan
ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir
pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah
mencapai target kurikulum.
Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan, banyak guru
yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran. Hal
ini tentu ada faktor penyebabnya dan apakah cara untuk mengatasinya.
Penulisan makalah kritikan ini bertujuan untuk mengkritik
kegagalan persekolah oleh guru dalam melakukan evaluasi di akhir pelajaran.
Mencari faktor penyebabnya dan cara untuk mengatasinya.
Dalam makalah kritikan ini pembatasan masalahnya adalah :
- Kondisi permasalahan evaluasi di akhir pelajaran
dipersekolahan pada saat ini
- Telaah teori/pendapat ahli
- Kegagalan pelaksanaan evaluasi di akhir pelajaran
- Kesimpulan kritikan dan saran
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman dalam bukunya (Menjadi Guru
Profesional hal 11) menyatakan bahwa :Tujuan penilaian adalah :
1. Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan
2. Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran
3. Untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan
4. Untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelompok/kelas
5. Untuk mengaklasifikasikan seorang siswa apakah termasuk
dalam kelompok yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dibandingkan dengan
teman-teman sekelasnya.
Dan menurut buku Mengukur Hasil Belajar (hal 72-74) yang di
susun oleh Drs. Azhari Zakri menyatakan evaluasi bermanfaat bagi guru untuk :
1. Mengukur kompetensi atau kapabalitas siswa, apakah mereka
telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan.
2. Menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan sehingga
dapat menentukan tindakan perbaikan yang cocok yang dapat diadakan
3. Memutuskan ranking siswa, dalam hal kesuksesan mereka
mencapai tujuan yang telah disepakati.
4. Memberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya
strategi mengajar yang digunakan.
5. Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana
pengajaran dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.
6. Memberikan umpan balik kepada kita informasi bagi
pengontrolan tentang sesuai tidaknya pengorganisasian belajar dan sumber
belajar.
7. Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan
tersebut.
Atas dasar ini, faktor yang paling penting dalam evaluasi
itu bukan pada pemberian angka. Melainkan sebagai dasar feed back (catu balik).
Catu balik itu sendiri sangat penting dalam rangka revisi. Sebab proses belajar
mengajar itu kontinyu, karenanya perlu selalu melakukan penyempurnaan dalam
rangkan mengoptimalkan pencapaian tujuan.
Bila evaluasi merupakan catu balik sebagai dasar memperbaiki
sistem pengajaran, sesungguhnya pelaksanaan evaluasi harus bersifat kontinyu.
Setiap kali dilaksanakan proses pangajaran, harus dievaluasi (formatif).
Sebaliknya bila evaluasi hanya dilaksanakan di akhir suatu program (sumatif)
catu balik tidak banyak berarti, sebab telah banyak proses terlampaui tanpa
revisi.
Oleh karena itu, agar evaluasi memberi manfaat yang besar
terhadap sistem pengajaran hendaknya dilaksanakan setiap kali proses belajar
mengajar untuk suatu topik tertentu. Namun demikian evaluasi sumatif pun perlu
dilaksanakan untuk pengembangan sistem yang lebih luas.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang di atas, masih ada
pendapat lain dari manfaat evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Noehi
Nasution dalam bukunya Materi Poko Psikologi Pendidikan hal 167, menjelaskan
bahwa kegiatan penilaian tidak hanya untuk mengisi raport anak didik, tetapi
juga untuk :
1. Menseleksi anak didik
2. Menjuruskan anak didi
3. Mengarahkan anak didik kepada kegiatan yang lebih sesuai
denganpotensi yang dimilikinya
4. Membantu orang tua untuk menentukan hal yang paling baik
untuk anaknya, untuk membina dan untuk mempersiapkan dirinya untuk masa depan
yang lebih baik.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang telah diikemukakan
oleh para ahli di atas, yang penting dengan mengadakan evaluasi sebagai guru
dapat mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangannya dalan menyampaikan
materi pelajaran. Sehingga ia dapat menata kembali atau menggunakan strategi
baru dalam proses pembelajaran sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik
dari sebelumnya.
Di dalam telaah teori dan berdasarkan pendapat para ahli,
telah mencantumkan tujuan serta manfaat evaluasi di akhir pelajaran. Selain
menilai hasil belajar murid, evaluasi juga menilai hasil mengajar guru dengan
kata lain, guru dapat menilai dirinya sendiri dimana kekurangan dan
kelemahannya dalam mengajar, sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Jika dalam suatu kegiatan belajar, tujuan sudah
diidentifikasi, biasanya dapat disusun suatu ters atau ujian yang akan
digunakan untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai atau tidak. Mager
pernah mengatakan bahwa jika kita mempelajari dengan teliti semua tahap yang
telah dibicarakan sampai saat ini, maka siswa sudah harus dapat melakukan apa yang
telah direncanakan untuk mereka lakukan. Hasil dari penialaian dapat mendorong
guru untuk memperbaiki keterampilan profesional mereka, dan juga membantu
mereka mendapat pasilitas serta sumber belajar yang lebih baik.
Di dalam suatu tes belajar, sebagian besar nilai
berdistribusi normal (yakni beberapa murid hasilnya baik, beberapa buruk,
tetapi sebagian besar menunjukkan rata-rata). Dalam ter kriteria, sebagian tes
berada di bagian atas. Hal ini lumrah, karena jika seorang guru memberikan
tujuan yang berjumlah 10, misalnya, maka ia akan kecewa jika para siswa hanya
merealisasikan 50% saja.
Tes dan ujian yang mengukur pencapaian tujuan, belum
mendapat perhatian yang serius oleh guru dan instruktur, kecuali akhir-akhir
ini. Program pendidikan dan latihan sebelum ini telah dianggap sudah berhasil
tanpa perlu ada evaluasi. Sikap ini disebabkan oleh empat kesulitan utama yakni
:
1. Tidak adanya kerangka konseptual yang sesuai bagi
evaluasi.
2. Kurangnya ketepatan dalam perumusan tujuan dalam
pendidikan
3. Kesulitan yang meliputi pengukuran pendidikan
4. Sifat program pendidikan itu sendiri.
Namun dengan adanya investasi besar-besaran dalam
pendidikan, telah dirasakan kebutuhan akan suatu bentuk evaluasi.
Evaluasi dapat mengambil dua macam bentuk :
1. Ia dapat menilai cara mengajar seorang guru (dengan
mengukur variabel-variabel seperti suatu kebiasaan-kebiasaan, humor,
kepribadian, penggunaan papan tulis, teknik bertanya, aktivitas kelas, alat
bantu audiovisual, strategi mengajar dan lain-lain.
2. Ia dapat menilai hasil belajar (yakni pencapaian tujuan
belajar.
Selama ini guru mengadakan penilaian hanya untuk mencari
angka atau nilai untuk anak didik. Apabila anak banyak memperoleh nilai dibawah
6 (enam), maka guru menganggap bahwa anak didiklah yang gagal dalam menyerap
materi pelajaran atau materi pelajaran terlalu berat, sehingga sukar dipahami
oleh anak. Kalau anak yang memperoleh nilai dibawah 6 mencapai 50% dari jumlah
anak, hal ini sudah merupakan kegagalan guru dalam melaksanakan evaluasi di
akhir pelajaran.
Apa penyebab hal ini bisa terjadi ?
1. Guru kurang menguasi materi pelajaran. Sehingga dalam
menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus
ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna
apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mareka
kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang
diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
2. Guru kurang menguasai kelas, Guru yang kurang mampu
menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini
dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul
ingin belajar menjadi terganggu.
3. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar.
Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir
verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam
evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
4. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar sehingga
dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap
materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam
materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari
anak didik.
5. Guru menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap
pelajaran. Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap
materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak
didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam
belajar.
6. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang
tertulis dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,.
Waktu untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam
pulang selalu tepat atau tidak pernah telat.
7. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya
menyusun langkah-langkah dalam mengajar, yang disertai dengan
ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses
dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.
8. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba
ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih
senior dan profesional guna menambah wawasannya.
9. Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil
mengajukan pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa
yang dimaksud oleh guru.
10. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum.
Guru jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak
terhadap materi pelajaran tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.