Kamis, 10 Januari 2013

72 .PENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN


Pengawasan atau controlling merupakan salah satu fungsi yang sangat signifikan dalam pencapaian manajemen organisasi dan mengatur potensi baik yang berkaitan dengan produksi maupun sumber daya yang ada. Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang terkait dengan perencanaan strategis. Dan perencanaan strategis merupakan puncak dari suatu pemikiran untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai organisasi dan juga merencanakan berbagai sumber daya yang ditetapkan organisasi dan usaha pencapaian tujuan strategis.[1]
 Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, baik pada level makro maupun mikro, konsep pengawasan sesungguhnya menempati posisi yang sangat strategik sekali. Pasalnya, seberapapun bagusnya sebuah perencanaan program pendidikan, jika tanpa dibarengi dengan proses pengawasan yang memadai, maka segala program yang dicanangkan sebelumnya akan menjadi tidak terukur secara jelas tingkat keberhasilannya, bahkan sangat memungkinkan sekali akan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi didalamnya menjadi sulit untuk dideteksi. Karena itulah konsep pengawasan merupakan bagian yang sangat penting sekali dan tidak dapat diabaikan sama sekali peran dan fungsinya dalam mencapai tujuan-tujuan dari sebuah proses pendidikan.       
Dalam memahami konsep pengawasan, Oteng Sutisna menyatakan bahwa pengawasan adalah sebagai suatu proses fungsi dan prinsip administratif untuk melihat apakah yang terjadi sesuai dengan apa yang semestinya terjadi. Apabila tidak sesuai dengan semestinya maka perlu adanya penyesuaian yang harus dilakukan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya.[2]
Setidaknya terdapat dua hal yang mendorong perlu adanya pengawasan, yaitu (1) tujuan-tujuan individu atau kelompok kadang-kadang atau pada umumnya  bertentangan dengan tujuan organisasi, (2) adanya jangka waktu antara saat tujuan dirumuskan dan pada saat tujuan diwujudkan dalam hal ini umumnya dimungkinkan adanya penyimpangan yang perlu diluruskan. Tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah umum, antara lain: (a) mengukur perbuatan atau menyelidiki  apa yang sedang dilakukan, (b) membandingkan perbuatan dengan standar yang telah ditetapkan dan menetapkan perbedaannya jika terdapat perbedaan, (3) memperbaiki penyimpangan dengan tindakan perbaikan.[3]
Untuk itulah, dalam makalah ini penulis mencoba mencurahkan segenap kemampuan penulis untuk membahas lebih mendalam mengenai konsep pengawasan itu sendiri. Dengan harapan semoga tulisan ringkas ini dapat memberikan sumbangan berarti dalam khazanah keilmuan dinegeri Indonesia tercinta, Amin.

B.  Pengertian dan Tujuan pengawasan
Pengawasan menurut Mockler adalah suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi.
Kegiatan pengawasan pada dasarnya memiliki peran untuk membandingkan akan kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Apabila dalam prosesnya terjadi penyimpangan/hambatan/penyelewengan dapat segera dilakukan tindakan koreksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif, pengawasan dilakukan bukan hanya pada akhir proses manajemen tetapi pada setiap tingkatan proses manajemen.[4]
Sementara itu, tujuan pengawasan yang ditinjau berdasarkan konsep sistem adalah berfungsi untuk membantu mempertahankan hasil atau output yang sesuai dengan syarat-syarat sistem. Artinya, melalui pengawasan yang telah ditetapkan dalam rencana dan program, pembagian tugas dan tanggung jawab, pelaksanaannya serta evaluasinya senantiasa dipantau dan diarahkan sehingga tetap berada dalam ketentuan. Sementara itu, Harsono menyatakan bahwa tujuan pengawasan pendidikan dan kebudayaan adalah untuk mendeteksi sedini mungkin segala bentuk penyimpangan serta menindaklanjutinya dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pendidikan. prioritas pendidikan yang dimaksud adalah pemerataan kesempatan belajar, relevansi, peningkatan mutu, dan kesangkilan dan kemangkusan.
Pengawasan sesungguhnya bertujuan untuk: (1) membuat pihak yang diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misinya secara lebih efektif dan efisien; (2) menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas; (3) menimbulkan suasana saling percaya dalam dan diluar lingkungan operasi organisasi; (4) meningkatkan akuntabilitas organisasi; (5) meningkatkan kelancaran operasi organisasi; (6) mendorong terwujudnya good governance.[5]

C.  Prinsip-prinsip pengawasan
Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok bagi pengawasan yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi, serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar atau alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif dilaksanakan. Wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.[6]
       Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan menurut LAN RI haruslah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.     Prinsip kesisteman; pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good governance sehingga harus memperhatikan keseluruhan komponen secara sistemik.
2.     Prinsip akuntabilitas; segala yang ditugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap orang yang diserahi tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.     Prinsip organisasi; tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan pengawasan merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas pokok fungsinya masing-masing.
4.     Prinsip koordinasi; pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerjasama yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui koordinasi yang baik.
5.     Prinsip komunikasi; pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah, pimpinan dengan bawahan, sehingga perlu dikembangkan komunikasi yang intensif dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6.     Prinsip pengendalian; pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai efektivitas kerja.
7.     Prinsip integritas; merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan konsisten.
8.     Prinsip objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
9.     Prinsip futuristik; pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa yang diperbuat akan menentukan masa depan shingga ia menghindari penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10.  Prinsip preventif; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat dicegah dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesaiannya dapat cepat teratasi.
11.  Prinsip represif; bila terjadi penyimpangan dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan menegakkan sanksi/hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12.  Prinsip edukatif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan diperbaiki dan diberikan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali kesalahan untuk kedua kalinya.
13.  Prinsip korektif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya dan selanjutnya dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat tercapai.
14.  Prinsip 3E (Ekonomis, Efisien, Efektif); pengawasan dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara ekonomis, efisien, dan efektif.[7]

D.  Fungsi pengawasan
Pengawasan yang efektif berfungsi sebagai Early warning system atau sistem peringatan dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai persiapan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn mempersiapkan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn memerinci 4 fungsi pengawasan yaitu: Eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan.
1.   Fungsi eksplanasi: menjelaskan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk didalamnya hambatan dan kesulitan, serta alasan terdapatnya perbedaan hasil-hasil dari suatu kegiatan.
2.   Fungsi akuntansi: artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing terhadap penggunaan sumberdaya dan tingkat output yang dicapai. Hal tersebut menjadi informasi yang bermanfaat untuk melakukan perhitungan program lanjutan atau program baru yang memiliki relevansi tinggi terhadap efektifitas program atau bahkan untuk pengembangan program.
3.   Fungsi pemeriksaan: menelaah kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan rencana.
4.   Fungsi kepatuhan: menilai sejauhmana para pelaksana taat dengan aturan sehingga dapat diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).

Sedangkan Nawawi (1983) mengemukakan fungsi pengawasan antara lain:
1.   Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang akan datang.
2.   Memperoleh cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
3.   Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar dapat dikurangi atau dihindari.
4.   Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
5.   Mengetahui seberapa jauh tujuan telah dicapai.



E.  Jenis pengawasan
Terdapat setidaknya empat jenis pengawasan, yaitu:
1.   Pengawasan melekat: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung yang memiliki kekuasaan (Power) dilakukan secara terus menerus secara preventif dan represif agar tugas yang diemban bawahannya dapat terlaksana secara efektif dan efisien terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.
2.   Pengawasan fungsional: yaitu pengawasan yang dilaksanakan oleh pihak tertentu yang memahami substansi kerja objek yang diawasi dan ditunjuk khusus (exclusively assigned) untuk melaksanakan audit secara independen terhadap objek yang diawasi.
3.   Pengawas fungsional: melaksanakan tugas kepengawasan secara komprehensif mulai dari pemerikasaan, verifikasi, konfirmasi, survei, monitoring, dan penilaian terhadap objek yang berada didalam pengawasan.
4.   Pengawasan masyarakat: yaitu pengawasan yang dilakukan masyarakat kepada negara sebagai bentuk social control terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dalam pemerintahan. Pengawasan masyarakat dapat dilakukan melalui pengawasan langsung masyarakat maupun melalui media massa.
5.   Pengawasan legislatif: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi tindakan pemerintah. Pengawasan jenis ini disebut juga sebagai pengawasan politik yang dilakukan pihak legislatif kepada pemerintah.

Dalam dunia pendidikan, pengawasan mencakup dua kategori yaitu: (1) pengawasan yang dilakukan setiap unit manajemen sebagai langkah prosedural suatu manajemen program. Pengawasan jenis ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian yang dilakukan manajer agar ia dapat memonitor efektifitas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan dapat mengambil tindakan korektif sesuai dengan kebutuhan. (2) pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai pengawas fungsional dengan menerapkan konsep supervisi yaitu untuk melaksanakan pembinaan terhadap personil sekolah agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, dan dapat mengembangkan diri secara optimal. Pengawasan jenis ini dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai tenaga fungsional yang berfungsi melakukan bantuan profesional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.